Bogor, Kompas - Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk mempercepat perundingan antara Indonesia dan Malaysia, terkait sengketa perbatasan di perairan Tanjung Berakit, Kepulauan Riau.
”Saya instruksikan kepada Menteri Luar Negeri, tidak perlu menunggu International Court of Justice (ICJ). Kita harus segera memulai, percepat perundingan dengan Malaysia di sepanjang batas itu supaya tidak terjadi kasus-kasus seperti kemarin. Demikian juga masalah yang belum tuntas di perairan Ambalat,” ujar Presiden Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, saat acara buka puasa di kediaman pribadinya di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat Minggu (22/8) malam.
Dalam catatan Kompas, inilah penjelasan pertama kali yang diberikan Presiden Yudhoyono dalam kasus penahanan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan RI oleh Polis Diraja Malaysia, pasca-kejadian 13 Agustus 2010 lalu.
Presiden bahkan meminta laporan lengkap terkait penyelesaian masalah penahanan ketiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan itu, Senin (23/8).
Berpotensi terus muncul
Problem mendesak yang harus diatasi Pemerintah RI adalah penentuan batas wilayah perairan dengan negara tetangga karena konflik perbatasan dengan negeri tetangga akan terus muncul.
”Hingga kini 12 pulau terluar di Indonesia (dari 92 pulau kecil) belum memiliki kejelasan batas perairan,” ungkap Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik di tempat terpisah di Jakarta, Sabtu (21/8).
Dan konflik penahanan tiga petugas patroli RI oleh aparat Malaysia, kata Riza, adalah pukulan bagi kedaulatan negara RI yang hingga kini belum tuntas mengatur batas wilayah.
Pulau-pulau terluar yang rawan konflik tersebut adalah Pulau Nipah, Rondo, Sekatung, Berhala, Kisar, Miangas, Marampit, Batek, Dana, Fani, Fanildo, dan Brass.
Selama batas wilayah belum tuntas dibahas, ungkap Direktur Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Toni Ruchimat, ada kemungkinan nelayan Indonesia yang berlayar di sekitar pulau itu akan ditangkap oleh angkatan laut negeri tetangga. Dan sebaliknya juga, sumber daya ikan Indonesia bisa diambil oleh negara-negara lain, seperti terjadi pada kasus ditangkapnya tujuh nelayan Malaysia di Tanjung Berakit pada 13 Agustus itu pula.
Sementara itu, di Batam, direktorat jenderal kementerian yang sama mengaku akan segera mempersenjatai kapal-kapal patroli tenaga pengawas di daerah. ”Sudah ada persetujuan dari Menteri Pertahanan dan Panglima TNI,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Aji Sularso, Minggu (22/8). Untuk tahap pertama akan dipasang 17 senjata berkaliber 12,7 milimeter. (las/lkt/har)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2010/08/23/03363276/presiden.minta.percepat.perundingan.dengan.malaysia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar