Indonesia dikenal sebagai pengekspor karang terbesar di dunia. Akan tetapi, dalam kondisi pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah, disertai laju kerusakan terumbu karang yang tinggi, kegiatan ekspor ini sangat merugikan dan mengganggu konservasi.
”Pengawasan hasil-hasil lingkungan dari darat saja susah pengawasannya, apalagi pengawasan hasil bawah laut, seperti karang, untuk kegiatan ekspor,” kata Deputi Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Hermien Roosita, Jumat (21/5) di Jakarta.
Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup tercatat, ekspor karang hidup mencapai 800.00 potong dalam setahun. Hal ini merupakan ekspor karang terbesar di dunia.
Ironisnya, disebutkan pula bahwa 50 tahun terakhir kualitas terumbu karang di Indonesia 90 persen menurun drastis. Di antaranya, terumbu karang rusak akibat penangkapan ikan dengan cara tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan pukat harimau, pengeboman, ataupun penggunaan bahan kimia untuk membius ikan-ikan karang.
Hermien mengatakan, dari segi tata lingkungan, kegiatan budidaya karang yang bisa membentuk kumpulan (terumbu karang) itu sudah saatnya ditujukan semata untuk konservasi. Terumbu karang hasil budidaya semestinya diprioritaskan untuk merehabilitasi habitat terumbu karang yang makin rusak.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan Sopen’an H Poernomo mengatakan tidak mengetahui data ekspor karang hidup selama ini. ”Ekspor karang mestinya dilarang,” katanya. Beberapa perusahaan pengekspor karang terdapat, antara lain, di Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, dan Bali.
Eksploitasi dan perdagangan karang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 62/Kpts-II/1998 tentang Tata Usaha Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar berasal dari luar kawasan konservasi.
Kepala Bidang Inventarisasi Sumber Daya Alam Laut pada Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Yulianto mengatakan, pada umumnya, kondisi terumbu karang paling parah dibandingkan kondisi mangrove dan padang lamun. Ketiga populasi ini semestinya seimbang untuk dipertahankan demi kelestarian ekosistem pesisir dan kelautan.
”Bulan lalu, dipetakan sumber daya alam laut di wilayah Maluku Tenggara Barat. Kesimpulannya, kondisi mangrove dan padang lamun relatif masih baik, tetapi terumbu karang sebagian besar rusak,” kata Yulianto.
Pemetaan dilanjutkan di wilayah pesisir Kendari, Sulawesi Tenggara, termasuk wilayah Kabupaten Wakatobi.
Sumber : Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar