07 April, 2009

Nelayan Belum Diberdayakan Sepuluh Negara Pelaku Kejahatan Perikanan

Jakarta, Kompas - Pengembangan perikanan dan kelautan belum berpihak pada pemberdayaan nelayan kecil, yang jumlahnya 90 persen dari total nelayan di Indonesia. Kebijakan pemerintah cenderung berpihak pada pengembangan industri skala besar.

Persoalan tersebut menjadi catatan penting dalam peringatan Hari Nelayan tanggal 6 April 2009. Menurut Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Riza Damanik di Jakarta, Minggu (5/4), kebijakan perikanan dan kelautan belum menempatkan nelayan sebagai elemen penting perekonomian.

Sektor perikanan, kata Riza, belum dianggap sebagai bagian dari faktor utama ketahanan pangan nasional.

Pemerintah, menurut Riza, lebih berpihak pada pengembangan industri skala besar, terutama yang bertumpu pada investasi swasta dan penanaman modal asing (PMA).

”Industri skala besar itu menguasai perikanan dari hulu hingga hilir. Menguasai mulai dari penangkapan, penjualan, pengolahan, pengemasan, hingga pemasaran produk,” tutur Riza.

Mobilitas politik

Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor Arif Satria menegaskan, Hari Nelayan seharusnya menggugah kesadaran para pemangku kepentingan kelautan dan perikanan soal pentingnya keadilan untuk nelayan di negeri bahari ini.

”Nelayan mestinya menjadi pilar bangsa bahari, bukan selalu jadi korban kebijakan dan obyek mobilisasi politik seperti pada masa pemilu ini,” kata Arif.

Di sisi lain, Riza mencermati, pemerintah belum melakukan langkah-langkah yang optimal untuk pemberdayaan nelayan. Ini terutama dalam kegiatan pascatangkapan, seperti pengolahan produk, dan memberikan nilai tambah bagi hasil tangkapan.

”Pembangunan sektor perikanan lebih mengarah pada pengembangan industri tanpa mendorong penguatan dan kemandirian nelayan. Akibatnya, kehidupan nelayan sulit lepas dari jerat kemiskinan,” kata Riza Damanik.

KUR

Program kredit usaha rakyat (KUR) yang digulirkan pemerintah dan perbankan hingga kini belum menyentuh nelayan kecil.

Menjelang Pemilu 2009, lanjut Riza, baru isu-isu tentang peningkatan kesejahteraan nelayan dimunculkan oleh sejumlah tokoh politik.

Data Departemen Kelautan dan Perikanan menunjukkan, perkembangan investasi usaha perikanan swasta dan PMA tahun 2008 adalah 42 unit usaha, dengan jumlah kapal 513 unit. Total realisasi investasi tahun 2008 mencapai Rp 2,56 triliun.

Sementara itu, kejahatan di sektor perikanan dalam 15 tahun terakhir bukannya mereda, melainkan malah semakin marak.

Menurut Riza, dalam 15 tahun terakhir setidaknya ada 10 negara yang menjadi aktor utama praktik kejahatan perikanan di perairan Indonesia.

Maraknya kejahatan perikanan tersebut mengancam keberlangsungan sumber daya ikan di perairan Indonesia.

Selain itu, pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Indonesia telah menggerus pendapatan nelayan tradisional

Pencemaran

Perairan Indonesia tidak hanya rawan kejahatan perikanan, tetapi juga rawan pencemaran lingkungan. Pencemaran telah membuat kondisi perairan Indonesia memburuk setiap tahun.

Pencemaran tersebut berasal dari pembuangan limbah beracun industri tambang, minyak, dan gas. Di perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, misalnya, ditemukan tumpahan minyak mentah (tarball) hampir setiap tahun.

Situasi perairan Jakarta menjadi semakin parah dengan proyek reklamasi pantai yang dilakukan untuk kepentingan membangun kawasan perniagaan dan permukiman mewah. Proyek- proyek itu telah menggusur permukiman nelayan.

Bahkan, kata Riza Damanik, lebih dari 10 proyek reklamasi pantai di Indonesia saat ini telah mengancam keberadaan pesisir hutan bakau maupun terumbu karang yang menjadi tempat hidup ikan. (LKT)

Sumber: http://cetak. kompas.com

Tidak ada komentar: