Oleh: Ma'ruf Kasim, PhD
PENDAHULUAN
Keberhasilan Coremap salah satunya dipengaruhi oleh kesesuaian desain program dengan permasalahan, potensi dan aspirasi masyarakat. Untuk merancang program yang sesuai dengan permasalahan dan potensi daerah serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat diperlukan data base sosial-ekonomi yang berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang. Di samping dapat digunakan sebagai masukan dalam mendisain program, data base aspek sosial-ekonomi terumbu karang juga penting untuk melakukan evaluasi keberhasilan program. Data base sosial-ekonomi ini merupakan titik awal yang menggambarkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah program/intervensi Coremap dilakukan.
Kabupaten Buton yang merupakan salah satu daerah yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dalam pelaksanaan kegiatan Coremap Fase II. Dalam implementasi program Coremap II Kabupaten Buton yang telah dilaksanakan meliputi; penguatan kapasitas kelembagaan, pengembangan masyarakat melalui kegiatan pelatihan, sosialisasi, dan kegiatan lain. Sedangkan untuk kegiatan pembangunan di bidang sarana prasarana, pihak Coremap II telah memberikan bantuan berupa dana Block Grant pada masing-masing desa di wilayah program. Begitu pula halnya dengan pengembangan di bidang ekonomi, pihak Coremap II telah meluncurkan dana AIG dan Seed Fund. Hal ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya dengan tidak merusak lingkungan pesisir.
KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
Hasil analisis survei pada 11 Kecamatan Wilayah coremmap II dan tersebar pada 20 Desa/Kelurahan memperlihatkan bahwa, masyarakat yang bergerak sektor nelayan tradisional mempunyai tingkat pendidikan relatih rendah yaitu tidak tamat SD sampai dengan SD sebanyak 76,93% serta yang berpendidikan SLTP sampai SLTA sebanyak 23,03%. Dari informasi data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang bergerak pada sektor ini masih relatif rendah.
Penghasilan nelayan tradisional berkisar antara Rp. 562.500 sampai Rp. 1.300.000. Kecamatan yang memberikan konstribusi penghasilan nelayan tradisional tertinggi adalah kecamatan Mawasangka Timur yaitu Desa Lasori dengan konstribusi penghasilan rata-rata Rp. 1.300.000/bln, sedangkan Kecamatan yang memberikan konstribusi penghasilan nelayan yang terendah adalah kecamatan Kadatua yaitu sebesar Rp. 425.000.
Jika diamati lebih jauh, ternyata yang dapat memberikan peningkatan penghasilan nelayan tradisional pada wilayah Coremmap II Kabupaten Buton adalah kombinasi mata pencaharian nelayan tradional dengan budidaya rumput laut, disusul kombinasi mata pencaharian berdagang dan bahkan pada sektor mata pencaharian alternatif budidaya rumput laut dan berdagang memberikan konstribusi yang lebih baik jika dibadingkan dengan mata pencaharian utama yaitu sebagai nelayan tradisional.
Nelayan pembudidaya adalah nelayan yang melaksanakan aktifitasnya pada sektor perikanan dalam artian, mereka melaksanakan kegiatan usaha budidaya perikanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bagi dirinya dan keluarganya. Berdasarkan hasil analisis kuesioner pada 11 kecamatan yang tersebar pada 20 Kelurahan/Desa dalam wilayah coremmap II kabupaten Buton, ternyata aktifitas nelayan pembudidaya di daerah ini terbagi dalam dua jenis komoditi budidaya yaitu komoditi rumput laut dan karamba.
Kegiatan budidaya akan memberikan konstribusi penghasilan yang baik, manakala usaha tersebut dilaksanakan dalam bentuk skala usaha dan manakala kegiatan budidaya dilaksanakan dalam skala kecil, maka tidak memberikan konstribusi yang signifikan bagi nelayan pembudidaya terwsebut. Tingkat penghasilan nelayan pembudidaya berkisar antara Rp. 582.500,- sampai Rp. 1.667.500,-. Tingkat penghasilan nelayan pembudidaya yang tertinggi terkonsentrasi di kecamatan Lasalimu Selatan dan terendah terkonsentrasi di kecamatan Kadatua. Rendahnya tingkat penghasilan nelayan di kecamatan Kadatua, kemungkinan disebabkan oleh; (1) rumput laut yang dibudidayakan bukan berada dalam usaha, (2) mata pencaharian alternatif (MPA) dalam hal ini memancing tidak memberikan konstribusi yang signifikan terhadap penghasilan kepala keluarga, (3) lokasi penanaman rumput laut, tidak cocok/layak untuk budidaya rumput laut, (4) tingkat sdm yang rendah.
Program coremmap II di kabupaten Buton, memberikan solusi terhadap permasalahan modal yang dihadapi oleh nelayan selama ini. Program coremmap II kabupaten Buton berkonstribusi terhadap peminjaman modal yaitu sebesar 38,10%, P2KP (4,26%), penampung (9,52%), dan PPK (4,76%). Hasil survei juga menunjukkan bahwa terjadi; penigkatan penghasilan (57,14%), tetap (23,81%), dan turun (19,05%) dibandingkan dengan tahun 2007. ini sangat beralasan karena pada tahun 2008 terjadi peningkatan harga rumput laut yang sangat signifikan dibanding dengan tahun lalu. Dari tingkat penghasilan tersebut ternyata yang dipergunakan menabung sebanyak 28,57% dan digunakan untuk konsumsi dan sekolah sebesar 71,47%.
Mata pencaharian alternatif masyarakat pesisir Kabupaten Buton adalah mata pencaharian diluar mata pencaharian utama. kategorisasi daripada mata pencaharian alternatif adalah waktu yang dipergunakan lebih sedikit dicurahkan jika dibandingkan dengan mata pencaharian utama. Namun kadang secara tidak sadar kadang mata pencaharian alternatif ini ternayata memberikan konstribusi pendapatan yang lebih tinggi jika dikomparasikan dengan mata pencaharian utama.
Data hasil survei dari 11 kecamatan yang tersebar dalam 20 desa/kelurahan pada wilayah coremmap kabupaten terlihat bahwa isteri maupun anak-anak masyarakat pesisir pada wilayah coremmap II kabupaten Buton turut memberikan partisipasinya dalam rangka membantu penghasilan/pendapatan dalam keluarga. Pelibatan anak atau isteri yang paling dominan adalah pada sektor budidaya rumput laut. Pelibatan mereka ini tidak lain adalaj semata-mata menopang pendapatan/penghasilan keluarga, disamping kesibukan tersebut ternayata ada isteri mereka melaksanakan kegiatan lain seperti tenun dan usaha membuka warung yang mendatangkan penghasilan tersendiri.
Rata-rata penghasilan/pendapatan MPA yang tertinggi adalah terkonsentrasi pada nelayan modern, diikuti secara berturut-turut; nelayan pembudidaya, petani, dan nelayan tradisional. Seperti pada ulasan di atas bahwa nelayan modern mempunyai kemampuan modal investasi yang cukup, sehingga sangat memungkinkan untuk melaksanakan aktifitas kegiatan usaha atau MPA, misalnya pada sektor budidaya rumput laut dan tentunya kegiatan usaha rumput laut tersbut akan lebih besar jika dibandingkan dengan; nelayan tradisional, pembudidaya, dan petani
(Data dan Informasi Coremap II Buton)
sumber: http://marufkasim.blog.com/2011/06/26/gambaran-sosial-ekomoni-masyarakat-pesisir
PENDAHULUAN
Keberhasilan Coremap salah satunya dipengaruhi oleh kesesuaian desain program dengan permasalahan, potensi dan aspirasi masyarakat. Untuk merancang program yang sesuai dengan permasalahan dan potensi daerah serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat diperlukan data base sosial-ekonomi yang berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang. Di samping dapat digunakan sebagai masukan dalam mendisain program, data base aspek sosial-ekonomi terumbu karang juga penting untuk melakukan evaluasi keberhasilan program. Data base sosial-ekonomi ini merupakan titik awal yang menggambarkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah program/intervensi Coremap dilakukan.
Kabupaten Buton yang merupakan salah satu daerah yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dalam pelaksanaan kegiatan Coremap Fase II. Dalam implementasi program Coremap II Kabupaten Buton yang telah dilaksanakan meliputi; penguatan kapasitas kelembagaan, pengembangan masyarakat melalui kegiatan pelatihan, sosialisasi, dan kegiatan lain. Sedangkan untuk kegiatan pembangunan di bidang sarana prasarana, pihak Coremap II telah memberikan bantuan berupa dana Block Grant pada masing-masing desa di wilayah program. Begitu pula halnya dengan pengembangan di bidang ekonomi, pihak Coremap II telah meluncurkan dana AIG dan Seed Fund. Hal ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya dengan tidak merusak lingkungan pesisir.
KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
Hasil analisis survei pada 11 Kecamatan Wilayah coremmap II dan tersebar pada 20 Desa/Kelurahan memperlihatkan bahwa, masyarakat yang bergerak sektor nelayan tradisional mempunyai tingkat pendidikan relatih rendah yaitu tidak tamat SD sampai dengan SD sebanyak 76,93% serta yang berpendidikan SLTP sampai SLTA sebanyak 23,03%. Dari informasi data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang bergerak pada sektor ini masih relatif rendah.
Penghasilan nelayan tradisional berkisar antara Rp. 562.500 sampai Rp. 1.300.000. Kecamatan yang memberikan konstribusi penghasilan nelayan tradisional tertinggi adalah kecamatan Mawasangka Timur yaitu Desa Lasori dengan konstribusi penghasilan rata-rata Rp. 1.300.000/bln, sedangkan Kecamatan yang memberikan konstribusi penghasilan nelayan yang terendah adalah kecamatan Kadatua yaitu sebesar Rp. 425.000.
Jika diamati lebih jauh, ternyata yang dapat memberikan peningkatan penghasilan nelayan tradisional pada wilayah Coremmap II Kabupaten Buton adalah kombinasi mata pencaharian nelayan tradional dengan budidaya rumput laut, disusul kombinasi mata pencaharian berdagang dan bahkan pada sektor mata pencaharian alternatif budidaya rumput laut dan berdagang memberikan konstribusi yang lebih baik jika dibadingkan dengan mata pencaharian utama yaitu sebagai nelayan tradisional.
Nelayan pembudidaya adalah nelayan yang melaksanakan aktifitasnya pada sektor perikanan dalam artian, mereka melaksanakan kegiatan usaha budidaya perikanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bagi dirinya dan keluarganya. Berdasarkan hasil analisis kuesioner pada 11 kecamatan yang tersebar pada 20 Kelurahan/Desa dalam wilayah coremmap II kabupaten Buton, ternyata aktifitas nelayan pembudidaya di daerah ini terbagi dalam dua jenis komoditi budidaya yaitu komoditi rumput laut dan karamba.
Kegiatan budidaya akan memberikan konstribusi penghasilan yang baik, manakala usaha tersebut dilaksanakan dalam bentuk skala usaha dan manakala kegiatan budidaya dilaksanakan dalam skala kecil, maka tidak memberikan konstribusi yang signifikan bagi nelayan pembudidaya terwsebut. Tingkat penghasilan nelayan pembudidaya berkisar antara Rp. 582.500,- sampai Rp. 1.667.500,-. Tingkat penghasilan nelayan pembudidaya yang tertinggi terkonsentrasi di kecamatan Lasalimu Selatan dan terendah terkonsentrasi di kecamatan Kadatua. Rendahnya tingkat penghasilan nelayan di kecamatan Kadatua, kemungkinan disebabkan oleh; (1) rumput laut yang dibudidayakan bukan berada dalam usaha, (2) mata pencaharian alternatif (MPA) dalam hal ini memancing tidak memberikan konstribusi yang signifikan terhadap penghasilan kepala keluarga, (3) lokasi penanaman rumput laut, tidak cocok/layak untuk budidaya rumput laut, (4) tingkat sdm yang rendah.
Program coremmap II di kabupaten Buton, memberikan solusi terhadap permasalahan modal yang dihadapi oleh nelayan selama ini. Program coremmap II kabupaten Buton berkonstribusi terhadap peminjaman modal yaitu sebesar 38,10%, P2KP (4,26%), penampung (9,52%), dan PPK (4,76%). Hasil survei juga menunjukkan bahwa terjadi; penigkatan penghasilan (57,14%), tetap (23,81%), dan turun (19,05%) dibandingkan dengan tahun 2007. ini sangat beralasan karena pada tahun 2008 terjadi peningkatan harga rumput laut yang sangat signifikan dibanding dengan tahun lalu. Dari tingkat penghasilan tersebut ternyata yang dipergunakan menabung sebanyak 28,57% dan digunakan untuk konsumsi dan sekolah sebesar 71,47%.
Mata pencaharian alternatif masyarakat pesisir Kabupaten Buton adalah mata pencaharian diluar mata pencaharian utama. kategorisasi daripada mata pencaharian alternatif adalah waktu yang dipergunakan lebih sedikit dicurahkan jika dibandingkan dengan mata pencaharian utama. Namun kadang secara tidak sadar kadang mata pencaharian alternatif ini ternayata memberikan konstribusi pendapatan yang lebih tinggi jika dikomparasikan dengan mata pencaharian utama.
Data hasil survei dari 11 kecamatan yang tersebar dalam 20 desa/kelurahan pada wilayah coremmap kabupaten terlihat bahwa isteri maupun anak-anak masyarakat pesisir pada wilayah coremmap II kabupaten Buton turut memberikan partisipasinya dalam rangka membantu penghasilan/pendapatan dalam keluarga. Pelibatan anak atau isteri yang paling dominan adalah pada sektor budidaya rumput laut. Pelibatan mereka ini tidak lain adalaj semata-mata menopang pendapatan/penghasilan keluarga, disamping kesibukan tersebut ternayata ada isteri mereka melaksanakan kegiatan lain seperti tenun dan usaha membuka warung yang mendatangkan penghasilan tersendiri.
Rata-rata penghasilan/pendapatan MPA yang tertinggi adalah terkonsentrasi pada nelayan modern, diikuti secara berturut-turut; nelayan pembudidaya, petani, dan nelayan tradisional. Seperti pada ulasan di atas bahwa nelayan modern mempunyai kemampuan modal investasi yang cukup, sehingga sangat memungkinkan untuk melaksanakan aktifitas kegiatan usaha atau MPA, misalnya pada sektor budidaya rumput laut dan tentunya kegiatan usaha rumput laut tersbut akan lebih besar jika dibandingkan dengan; nelayan tradisional, pembudidaya, dan petani
(Data dan Informasi Coremap II Buton)
sumber: http://marufkasim.blog.com/2011/06/26/gambaran-sosial-ekomoni-masyarakat-pesisir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar