Indonesia akan memperjuangkan Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration/MOD) sebagai hasil dari WOC (World Ocean Conference) pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang digelar September 2009 mendatang.
"Presiden RI diundang Sekjen PBB, Ban Ki Moon untuk bicara pada forum `side by side` pada Sidang Umum PBB. Presiden RI akan bicara pada acara makan siang bersama kepala negara dari 180 negara," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup (MenegLH) Rachmat Witoelar usai jumpa pers Hari Keanekaragaman Hayati di Kantor KLH, Jakarta, Rabu
MenegLH mengatakan dalam pidatonya, Presiden RI tidak hanya berbicara soal Deklarasi Kelautan Manado, tetapi lebih dari itu yaitu bicara soal nasib pelaksanaan dan nasib Protokol Kyoto.
Indonesia juga akan memperjuangkan Deklarasi Kelautan Manado dapat masuk pada agenda pembahasan Badan Dunia untuk perubahan iklim (UNFCC/United Nations Framework Convention on Climate Change) pada pertemuan para pihak (COP/conference of the parties) ke-15 di Kopenhagen, Denmark pada Desember 2009.
Sebelum menuju ke COP ke-15 UNFCC, Indonesia juga akan memperjuangkan MOD pada forum "Major Economist Forum" di Paris, Perancis pada 25-26 Mei 2009 yang akan membahas masalah iklim dan energi.
"Indonesia diajak untuk ikut Major Economist Forum. Forum itu diikuti 14 negara ekonomi maju penting yang berkumpul atas prakarsa Presiden Amerika, Barack Obama," kata MenegLH.
Dia mengaku sudah melobi negara-negara anggota Major Economist Forum tersebut yang hadir di WOC yiatu Jepang, Cina, Austarlia, dan Inggris.
Selain itu, lanjut MenegLH, Indonesia juga memperjuangkan MOD pada forum-forum internasional lainnya seperti KTT G8 di Italia, Adhoc Working Group atau pra-meeting COP-15 UNFCC di Bonn, Jerman, dan Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) dari UNFCC di Bali, Indonesia.
Deklarasi Kelautan Manado terdiri atas 14 paragraf pembuka dan 21 poin kesepakatan operatif. Isinya antara lain berupa komitmen negara-negara peserta untuk melakukan konservasi laut jangka panjang, menerapkan manajemen pengelolaan sumber daya laut dan daerah pantai dengan pendekatan ekosistem, serta memperkuat kemitraan global untuk pembangunan berwawasan lingkungan.
Mereka juga menyepakati perlunya strategi nasional untuk pengelolaan ekosistem laut dan kawasan pantai serta penerapan pengelolaan laut dan daerah pantai secara terpadu.
Kesepakatan untuk bekerja sama dalam riset kelautan dan pertukaran informasi terkait hubungan perubahan iklim dan laut juga masuk dalam deklarasi yang dibahas sejak 11 Mei hingga 14 Mei itu.
Meski tidak dijelaskan secara rinci, deklarasi juga menitikberatkan perlunya penerapan kebijakan terpadu yang ramah lingkungan dalam pengelolaan laut dan daerah pantai dengan memperhatikan kehidupan masyarakat yang paling rentan, yakni mereka yang hidup di pesisir atau pantai.
Deklarasi juga menekankan kebutuhan dukungan finansial dan insentif untuk membantu negara-negara berkembang mewujudkan lingkungan yang baik bagi komunitas yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, serta mengundang negara-negara dalam UNFCCC untuk mempertimbangkan dan memasukkan proposal proyek adaptasi perubahan iklim di laut ke dalam "Adaptation Fund Board".
Pertukaran teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim terhadap laut dan sebaliknya juga ditekankan, namun belum ada penjelasan mengenai mekanisme transfer teknologi yang dimaksud.
Mereka yang menyepakati deklarasi juga menyatakan akan melanjutkan kerja sama pada tingkat nasional dan regional, serta selanjutnya membangun area perlindungan laut.
Mereka juga mendorong upaya sekretaris jenderal PBB untuk memfasilitasi kerja sama dan koordinasi terkait masalah ini dalam sistem PBB, serta mengharapkan hasil efektif dari pertemuan para pihak (Conference of Parties/COP) UNFCCC ke-15 di Kopenhagen, Denmark pada Desember mendatang.
(www.republika.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar