16 Juli, 2009

Isu Pemanasan Global Peluang di Depan Mata

Oleh Rohmad Hadiwijoyo Kandidat Doktor Lingkungan Universitas Diponegoro

I SU lingkungan hidup ternyata tidak menarik. Buktinya tidak satu pun kandidat presiden-wakil presiden yang bertarung pada Pemilu Presiden 2009 lalu menjadikan lingkungan hidup sebagai tema penting kampanye mereka. Memang masalah lingkungan tercantum pada visi dan misi para kandidat, namun tidak menjadi bahan kampanye. Bahkan pada debat capres-cawapres resmi yang digelar KPU pun isu ini tidak ada dalam agenda Bisa jadi hal itu karena masalah lingkungan bukan isu yang laku untuk ‘dijual’ kepada publik, dalam rangka menarik perhatian dan mendulang dukungan. Ini tentu sinyal yang mengkhawatirkan, karena di satu sisi mencerminkan rendahnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap masalah lingkungan sebagai persoalan besar abad ini. Di sisi lain, hal itu menunjukkan betapa para pemimpin nasional kita tidak menjadikan persoalan lingkungan, khususnya isu pemanasan global, sebagai persoalan penting. Mereka juga belum memiliki agenda yang jelas untuk mengatasi sekaligus memanfaatkan persoalan nyata yang sudah nyata di depan mata itu Di sela pembukaan World Business Summit on Climate Change yang dibuka Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon di Kopenhagen, Denmark, 24-25 Mei 2009, Duta Besar Republik Indonesia untuk Denmark Abdul Rahman Saleh bertanya kepada penulis, “Apa manfaat kita berada dalam konferensi ini?”

Saya jawab, setidaknya ada dua manfaat penting. Pertama, sebagai persiapan kita untuk pertemuan Conference of Parties (CoP) 15 Desember 2009 mendatang, dan kedua, Indonesia bisa menjadikan isu pemanasan global ini sebagai peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional CoP 15 di Kopenhagen merupakan kelanjutan dari United Nation Framework on Climate Change Convention (UNFCCC) CoP 14 di Bali yang menghasilkan Bali Roadmap. Pada roadmap tersebut, posisi Indonesia sangat penting sebagai pembawa estafet perubahan iklim dunia. Pertemuan Bali juga mengeluarkan beberapa keputusan penting seperti diperpanjangnya tenggat I berlakunya Kyoto Protocol dan dimasukkannya mekanisme Carbon Capture and Storage (CCS) sebagai proyek yang potensial mendapatkan karbon kredit melalui Clean Development Mechanism (CDM). Setelah sukses menjadi  tuan rumah CoP 14, tantangan bagi Indonesia berikutnya adalah apakah pada CoP 15 nanti Indonesia mampu memberikan kontribusi nyata untuk menyatukan perbedaan persepsi negara-negara peserta dalam mengambil keputusan global untuk merevisi Kyoto Protocol Dari seminar tiga hari di Kopenhagen, masih ada perbedaan pendapat di antara peserta seminar mengenai aspek ke uangan, tanggung jawab, dan mekanisme pembayaran karbon kredit dalam upaya mengurang emisi karbon.

Tetapi para peserta seminar telah sepakat untuk menurunkan emisi karbon, kurang lebih sebesar 50% dari total emisi tahun 1990, pada tahun 2050 nanti Ancaman dan peluang Dampak pemanasan global akibat perubahan iklim akan sangat mengerikan. Beberapa yang telah diidentifi kasi para pakar di antaranya adalah berjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh serangga penyerbuk di negara-negara empat musim, ancaman badai, kehancuran nelayan penangkap ikan, dan banyaknya petani yang akan mengalami gagal panen. Pemanasan global juga diprediksi menjadi penyebab kematian sekitar 300 ribu jiwa pada tahun 2020 nanti  Inilah tantangan kemanusiaan terbesar abad ini. Seluruh bangsa dan seluruh elemen masyarakat di dalamnya--pemerinta h, dunia swasta, dunia pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, kaum perempuan, anak-anak muda--memiliki tanggung jawab yang sama untuk berikhtiar agar dampak buruk tersebut bisa dihindari atau dikurangi hingga seminimal mungkin
Dimulai dengan memberikan pemahaman yang benar tentang efek pemanasan global, dan bagaimana kita mengantisipasinya, melalui pendidikan, training, serta panduan praktis untuk menjadi bagian upaya mitigasi risiko pemanasan global. Tokoh seperti Al Gore, misalnya, menunjukkan cara sederhana yang praktis dan bisa dilakukan siapa saja, yaitu anjuran agar masyarakat menanam pohon pisang. Dengan menanam satu batang pohon pisang, kita sudah memberikan kontribusi terhadap penyelamatan lingkungan dari dampak pemanasan global. Sebab pohon pisang mampu menyerap emisi C02, bisa ditanam di berbagai musim, kapan dan di mana pun, serta memberikan nilai ekonomi dari buah dan daunnya Pengusaha ritel dan masyarakat konsumen harus terus didorong untuk mengurangi pemakaian kantong plastik. Sampah plastik tidak bisa di-compose, dan jika dibakar akan menambah polusi udara dan memperburuk kualitas lingkungan. Kesadaran seperti ini sudah mulai tumbuh, namun masih perlu diperluas melalui sosialisasi dan edukasi Moda transportasi yang boros bahan bakar fosil, seperti pesawat udara, harus proaktif mengurangi emisi gas buang, sekaligus mencari terobosan cerdas untuk mengurangi dampak buruk pemakaian bahan bakar.
Program maskapai Garuda Indonesia ‘One Passenger, One Tree’ adalah contoh menarik. Pola seperti ini bisa dikembangkan dalam format yang beragam oleh maskapai lain, atau moda transportasi lain Di samping terus menggerakkan upaya-upaya antisipatif, pada saat yang sama ancaman pemanasan global ini harus pula dilihat sebagai sebuah peluang bisnis. Yang sudah pasti, hutan Indonesia masih amat luas dan mampu menyerap C02 dalam skala besar, sehingga ada potensi besar untuk mendapatkan carbon credit Potensi carbon credit lainnya adalah melalui penggunaan energi panas bumi (geothermal) yang merupakan energi terbarukan (renewable energy) dan ramah lingkungan. Geothermal bisa menjadi alternatif pengurangan fossil energy, karena posisi geografi s Indonesia sangat memungkinkan untuk itu. Indonesia berada pada jalur ring of fi re dari Sumatra sampai Papua, sehingga memiliki potensi panas bumi yang amat besar Ini adalah sebuah peluang bisnis yang menguntungkan, sekaligus menjadi ajang kalangan korporasi untuk berperan aktif dalam pengurangan dampak pemanasan global. Di Indonesia, bisnis ini mulai dikembangkan oleh kelompok usaha RMI Grup, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan energi terbarukan dan clean energy. Bekerja sama dengan Pertamina Geothermal, RMI Grup memanfaatkan energi panas bumi untuk energi listrik yang ramah lingkungan di Kamojang (Jawa Barat), Lumut Balai (Sumatra Selatan), dan Lahendong (Sulawesi)

Di luar itu, RMI telah berhasil mengolah emisi gas buang CO2 pertama dan terbesar di Indonesia dari pabrik baja PT Krakatau Steel, Cilegon, dengan kapasitas 3 ton per jam atau 72 ton per hari
Hasil akhir CO2 murni tersebut dipakai untuk perusahaan minuman berkabonasi, dan juga dapat digunakan pada perusahaan pengelasan/ welding dan pembuatan dry ice. Pabrik tersebut sudah beroperasi pada awal April lalu

Tentu saja, dari pemanfaatan geothermal dan pengolahan emisi gas buang CO2 tersebut, perusahaan ini mendapatkan keuntungan bisnis yang cukup menggiurkan. Inilah contoh bagaimana potensi besar dan peluang bisnis di balik ancaman pemanasan global dimanfaatkan Pemerintah harus mendorong upaya-upaya semacam itu, melalui kebijakan-kebijakan yang relevan sehingga makin banyak kalangan dunia usaha yang tergerak untuk mengelola bisnis ramah lingkungan. Jika hal itu bisa diwujudkan, Indonesia akan menjadi negara yang mampu menjawab tantangan dan mengubahnya menjadi peluang, ancaman petaka berubah menjadi berkah bagi bangsa. Emisi CO2 dapat ditekan, sekaligus menciptakan lapangan kerja, menghasilkan added value, dan mendorong laju perekonomian nasional. Persis seperti kata Paul Krugman, pemanasan global harus disikapi sebagai momentum untuk mengembangkan engine of growth baru bagi perekonomian nasional dan global Maka, siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti, seharusnya memiliki program dan agenda aksi yang jelas dalam persoalan ini. Contoh-contoh di atas hanyalah beberapa dari banyak hal yang bisa dilakukan. Sudah saatnya sasaran pembangunan tidak hanya terfokus pada pro-growth, pro-poor, dan pro-job, tapi juga pro-earth atau prolingkungan

http://anax1a. pressmart. net/mediaindones ia/MI/MI/ 2009/07/14/ ArticleHtmls/ 14_07_2009_ 021_002.shtml? Mode=0

Tidak ada komentar: