Jakarta, 21 November 2008. Peringatan hari perikanan dunia kali ini (21/11) ditandai dengan gejala krisis ikan nasional yang cukup memprihatinkan. Lemahnya kapasitas keamanan laut dan kemampuan diplomasi Indonesia dalam memberantas kejahatan perikanan diperairan Indonesia, serta kebijakan ekonomi perikanan yang masih berorientasi pada kepentingan ekspor telah melenyapkan lebih dari 40% dari total potensi perikanan nasional. Jika tidak segera dilakukan koreksi terhadap arah kebijakan perikanan nasional, maka tahun 2015 sektor perikanan Indonesia akan mengalami keruntuhan.
Peringatan ini disampaikan oleh M.Riza Damanik, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam rangkain kampanye Southeast Asia Fish for Justice (SEAFish) pada peringatan Hari Perikanan Dunia.
Meski dalam kurun waktu 15 tahun terakhir kapal-kapal asing dari 10 negara terbukti aktif melakukan kejahatan perikanan diperairan Indonesia, namun lembaga-lembaga regional maupun internasional, seperti ASEAN dan PBB belum cukup memainkan peran strategisnya untuk memberikan sanksi kepada Negara-negara bersangkutan untuk turut pro-aktif dalam menertibkan armada-armada perikanannya. Dengan situasi demikian, Indonesia tidak saja dirugikan secara ekonomi, tapi juga dalam konteks pemenuhan kebutuhan pangan (ikan) domestik.
Hal ini semakin diperparah dengan model politik ekonomi perikanan nasional yang berbasis pada peruntukan ekspor. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kesepakatan perikanan yang dibuat oleh Negara, diantaranya IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership). Sejak diberlakukan 1 Juli 2008 lalu, secara resmi tarif untuk bea masuk 51 jenis ikan telah dihapuskan (0%), antara lain produk ikan hias, barrakuda, udang baik segar maupun olahan termasuk lobster, udang dan mutiara. Kerjasama ini, hanya menggairahkan bagi kegiatan perikanan skala industri. Sebab industri membeli hasil tangkapan berdasarkan harga lokal, namun kemudian menjualnya berdasarkan pasar internasional dengan tarif 0%. Surplus itu tidak memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat nelayan, tapi justeru menyebabkan sejumlah komiditas ikan konsumsi lokal semakin sulit ditemui dipasaran tradisional.
Riza menambahkan momentum peringatan Hari Perikanan Dunia kali sepatutnya digunakan oleh pemerintah Indonesia, untuk melakukan reorientasi kegiatan perikanan, dengan fokus pada 3 hal: memprioritaskan kebutuhan konsumsi nasional; jaminan perlindungan terhadap wilayah tangkap nelayan tradisional; serta melakukan revisi terhadap sejumlah kebijakan perikanan dan kelautan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keberlajutan lingkungan dan sosial, satu diantaranya UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Kontak:
M.Riza Damanik, Sekjen KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan)
Hp. 0818773515
Tidak ada komentar:
Posting Komentar