08 November, 2008

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN HARUS SEKTOR KELAUTAN MEMERLUKAN KEBIJAKAN YANG INTEGRATIF

Potensi kelautan yang meliputi perikanan, pariwisata bahari dan jasa kelautan merupakan bidang pembangunan yang tidak dapat berdiri sendiri, karena melibatkan banyak sektor. Ketiga sektor di atas belum memberikan kontribusi yang signifikan kepada Negara, apabila dibandingkan dengqn potensi yang dimiliki. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai kebijakan yang tumpang tindih antar ketiga sektor tersebut. Disamping kurangnya dukungan dari sektor lainnya. Pengembangan ketiga sektor ini membutuhkan komitmen, koordinasi dan partisipasi aktif dari sektor yang terkait (stakeholders). Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kesamaan pola pikir dan pola tindak yang terintegrasi dari semua pihak dalam mewujudkan kebijakan lintas sektoral untuk mempercepat pembangunan perikanan, pariwisata bahari dan jasa kelautan. Hal ini dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada Workshop Perumusan Kebijakan Pembangunan Kelautan Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta, (6/11).

Wilayah perairan yang sangat luas memang memberikan harapan dan manfaat yang besar, tapi juga membawa konsekuensi dan beberapa permasalahan, antara lain banyaknya sea lane of communication, tidak dipatuhinya hukum nasional maupun internasional yang berlaku di perairan seperti illegal fishing, illegal logging, illegal mining, illegal migrant, human trafficking, atau kurang terjaminnya keselamatan pelayaran. Sebagai contoh kita lihat Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) yang seharusnya diterapkan di Indonesia sejak tahun 1994, karena sudah kita ratifikasi. Akan tetapi, kini UNCLOS 1982 yang telah berjalan selama 25 tahun belum juga dilaksanakan dengan positif. Sebagai negara kepulauan sudah saatnya melakukan evaluasi kebijakan tentang hal yang telah dilaksanakan dan belum dilaksanakan.

Indonesia memiliki sejumlah “pekerjaan rumah” yang perlu diselesaikan sebagai bentuk nyata dari komitmen nasional terhadap UNCLOS 1982. Pekerjaan rumah ini diantaranya menyelaraskan kepentingan nasional di bidang kelautan dan perikanan dengan ketentuan internasional yang mencakup beberapa hal sebagai berikut : (1). Mensinergikan Kewenangan Penegakan Hukum di Laut; (2). Implikasi Konvensi (UNCLOS 1982), yakni = aspek eksternal maupun internal, (3). Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan (4). Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Kondisi keselamatan, keamanan dan ketahanan di laut makin rumit dengan maraknya kejahatan lintas negara (Transnational Organized Crime-TOC). Hampir seluruh kejahatan yang termasuk kategori TOC menggunakan laut sebagai medianya, seperti peredaran obat terlarang (illicit drug trafficking), penyeludupan/perdagangan manusia (trafficking in person), penyeludupan senjata (arm smuggling), dan perompakan di laut (44). Permasalahan keselamatan, keamanan dan ketahanan serta konflik kepentingan nasional dan internasional menjadi hal yang rumit. Untuk itu, kajian yang komprehensif perlu dilakukan untuk menyiapkan kebijakan tentang ketahanan wilayah laut.

Jakarta, November 2008, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Dr. Soen’an Hadi Poernomo, M.Ed.

Tidak ada komentar: