13 Januari, 2020

Antara Konflik Natuna dan Polemik Indonesian Coast Guard

Ilustrasi
Oleh: Dhini Sastroatmodjo*
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) kembali melakukan klaim sepihak terkait wilayah kedaulatan Kepulauan Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatan mereka. Hal tersebut merujuk kepada penerbitan peta Sembilan titik garis perairan laut yang dikenal dengan istilah Nine Dash Line.  Klaim tersebut didasari oleh landasan historis yang mana sejak era Dinasti Tang (618 CE) banyak nelayan tradisional Tiongkok yang telah menggunakan wilayah Paracel Island sebagai tempat beristirahat dan juga sebagai ‘fishing ground’ dalam melakukan aktifitas perikanan sehingga secara tidak langsung wilayah tersebut menjadi wilayah kekuasaan para nelayan. Aktifitas serta wilayah tersebut tercatat dalam dokumen sejarah Dinasti Song (960 CE). Adapun kemudian catatan sejarah Spartly Island dapat ditemuan pada era Dinasti Han (25 CE).[1]

Pada tahun 1909, Angkatan Laut pada era Dinasti Qing melakukan survey ke wilayah Paracel Islands, dan mulai memperkenalkan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Teritorial Tiongkok. Setelah Perang Dunia II, Angkatan Laut ROC (sekarang Taiwan) melakukan formal survey ke Laut China Selatan yang kemudian merilis Peta Laut China Selatan pada tahun 1947 dengan 11 titik garis perairan laut, yang di dalamnya termasuk rilisan terbaru 9 titik garis perairan dengan tambahan 2 titik diantara Vietnam dan Pulau Hainan.
It is important to note that Chinese claims to these maritime features predate the current Westphalian system of sovereign states (set up only in 1648 CE, nearly nineteen centuries after the creation of a unified Chinese state and only spread to East Asia in the later half of the 19th Century). They also ratified the UNCLOS 1982 (signed 1992, effective 1994). It is also important to note that China has held a consistent position regarding the sovereignty of the Paracels and Spratlys since the end of WWII– Pecheng Zhang

Sengketa Laut China Selatan
Perseteruan antara Malaysia dan Vietnam dengan RRT terkait sengketa atas wilayah Kepulauan Spartly memanas tatkala Tiongkok melakukan klaim sepihak atas wilayah Laut China Selatan. Di mana  Spartly Island yang masuk ke dalam wilayah ZEE Vietnam dan Malaysia. Namun hal mengejutkan muncul ketika Tiongkok memasukan rilisan Peta Nine Dash Line pada nota keberatan yang diajukan oleh Malaysia dan Vietnam. Tiongkok beralasan bahwa aktifitas yang dilakukan di wilayah perairan Laut China Selatan [2] merupakan aktifitas yang legal karena Toingkok memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan pada wilayah tersebut dan melakukan hak berdaulat pada wilayah yuridiksi perairannya yang secara konsisten diawasi oleh pemerintahnya dan diketahui sebagai wilayah komunitas internasional.

Konflik sengketa Laut China Selatan seolah tanpa akhir. Hingga pada Januari 2013, Filipina mengajukan tuntutan ke Mahkamah Arbitrase Internasional terkait membangun “artificial islands” dan melarang nelayan Filipina untuk melakukan aktifitas perikanan di wilayah Scarborough Shoal. Akhirnya, tuntutan yang diajukan Filipina disetujui oleh Mahkamah Arbritase Internasional setelah keluar putusan Hakim dari Pengadilan Internasional di Deen Hag, Belanda.

Klaim RRT terhadap wilayah Kepulauan Natuna
Nine-dashed line Tiongkok mulai menjadi persoalan serius bagi Indonesia tahun ini, tepatnya 19 Maret 2016, kala terjadi insiden antara Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Kapal Kway Fey yang berbendera Tiongkok. Konflik terbuka pertama antara Indonesia-Tiongkok meletup di perairan Natuna. 

Saat Kapal Pengawas Hiu 11 hendak menangkap Kapal Kway Fey yang diduga mencuri ikan, muncul kapal pengawas Tiongkok yang mengintervensi dengan menabrak Kway Fey. Pemerintah Indonesia langsung melayangkan nota protes ke Tiongkok, menuduh Negeri Tirai Bambu itu melanggar kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia, serta melanggar upaya penegakan hukum oleh apparat Indonesia di ZEE Indonesia.[3]

Dalam Klaim yang dilakukan melalui Nine Dash Line, Tiongkok memasukan wilayah perairan Natuna sekitar 83.000 km persegi sebagai bagian dari wilayah Traditional Fishing Ground mereka. Hal tersebut menjadi sebuah kekeliruan yang tak berdasar. Merujuk kepada UNCLOS Pasal 51 tentang Ketentuan “traditional fishing rights[4]. Pada ayat 1 dijelaskan bahwa ;

an archipelagic State shall respect existing agreements with other States and shall recognize traditional fishing rights and other legitimate activities of the immediately adjacent neighbouring States in certain areas falling within archipelagic waters. The terms and conditions for the exercise of such rights and activities, including the nature, the extent and the areas to which they apply, shall, at the request of any of the States concerned, be regulated by bilateral agreements between them. Such rights shall not be transferred to or shared with third States or their nationals- UNCLOS art. 51
Indonesia Sea & Coast Guard

Pelanggaran batas wilayah yang dilakukan oleh nelayan Tiongkok di perairan Laut Natuna tak lepas dari pengawalan Sea & Coast Guard Tiongkok yang menjadi armada pengawalan bagi kapal-kapal yang melakukan aktifitas perikanan di batas ZEE Indonesia. Sebagai catatan, Indonesia sendiri memili Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang mana memiliki tugas untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yuridiksi Indonesia. Merujuk kepada konvensi IMO (International Maritime Organizations) ,Konvensi SOLAS (Safety of Life At the Sea) perlu dibentuknya Indonesia Sea and Coast Guard as Coastal States Authority.[5]

Merujuk pada aturan IMO tersebut, Pemerintah RI melalui UU No.17/2008 tentang Pelayaran membentuk Penjaga Laut dan Pantai sebagai Indonesian Sea and Coast Guard yang berada di bawah Presiden.
Namun dalam pelaksanaannya, Indonesia Sea and Coast Guard yang bernama Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) berada di dalam otoritas Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dibawah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. 

Kemudian berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 178 tahun 2014 dibentuklah Badan Keaman Laut (Bakamla) yang pada pasal 1 disebutkan bahwa Bakamla dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, yang dilanjutkan pada pasal 2 dalam hal pemanfaatan sumber daya laut, Menko Polhukam berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman[6]

Sebagaimana fungsi yang tertuang dalam Perpres itu, pada pasal 3 ayat 3 yakni melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yuridiksi Indonesia, namun pada pasal lanjutan terkait kewenangan, ada pembatasan perihal fungsi penindakan yang mana tercantum pada Pasal 4 ayat 2, Bakamla hanya berwenang memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa dan menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut.

Sebagaimana yang tercantum dalam Konvensi IMO, Sea & Coast Guard memiliki fungsi otoritas berupa penegakan hukum di laut yang di dalamnya termasuk misi keamanan dan pengamanan maritim, proteksi lingkungan dan kelautan, pencarian dan penyelamatan, penegakan kejahatan aktifitas perikanan, serta kesiapan pertahanan. 

The US Coast Guard is the nation’s principal law enforcement authority on U.S. waters. Its missions include maritime safety and security, marine environmental protection, search and rescue, drug and migrant interdiction, fisheries enforcement, and defense readiness[7]

Sementara dalam Undang-undang No. 17/2008 tentang Pelayaran Pasal 1 ayat 59 dijelaskan bahwa”
Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. 

Penjagaan Laut Dan Pantai (Sea And Coast Guard) kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 276-281.
Pasal 276
  1. Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai.
  2. Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penjaga laut dan pantai.
  3. Penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri.
Pasal 277
  1. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas: melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran;
    • melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut;
    • pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal;
    • pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut;
    • pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan
    • mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut.
  2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan koordinasi untuk:
  3. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut;
  4. menyusun kebijakan dan standar prosedur operasi penegakan hukum di laut secara terpadu;
  5. kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan Pemerintah di wilayah perairan Indonesia; dan
  6. memberikan dukungan teknis administrasi di bidang penegakan hukum di laut secara terpadu.
Pasal 278
  1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277, penjaga laut dan pantai mempunyai kewenangan untuk:
    • melaksanakan patroli laut;
    • melakukan pengejaran seketika (hot pursuit);
    • memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan
    • melakukan penyidikan.
  2. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan penjaga laut dan pantai diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 279
  1. Dalam rangka melaksanakan tugasnya penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 didukung oleh prasarana berupa pangkalan armada penjaga laut dan pantai yang berlokasi di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat menggunakan kapal dan pesawat udara yang berstatus sebagai kapal negara atau pesawat udara negara.
  2. (3)  Penjaga laut dan pantai wajib memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan dalam Undang-undang No. 32/2014 tentang Kelautan dijelaskan sebagai berikut:

Pasal 59 ayat 3
Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut

Pasal 60
Badan Keamanan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya. 

Pasal 61
Badan Keamanan Laut mempunyai tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. 

Pasal 62
Dalam melaksanakan tugas, Badan Keamanan Laut menyelenggarakan fungsi:
  1. Menyusun kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
  2. Menyelenggarakan sistem peringatan dini keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
  3. Melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
  4. menyinergikan dan memonitor pelaksanaan patroli perairan oleh instansi terkait;
  5. memberikan dukungan teknis dan operasional kepada instansi terkait;
  6. memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; dan
  7. melaksanakan tugas lain dalam sistem pertahanan nasional.
Dari 2 UU tersebut ditemukan benturan serta konflik kepentingan antara Bakamla dengan KPLP. Alhasil, Indonesia saat ini seakan memiliki 2 institusi Coast Guard yang saling mengklaim di antara keduanya. Sementara Indonesian Coast Guard yang satu dan power full sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia mengingat semakin tingginya ancaman di laut yurisdiksi nasional.
Adanya konflik Laut China Selatan dan insiden masuknya Coast Guard China yang mengawal kapal ikannnya di ZEEI menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk membentuk satu Indonesian Coast Guard yang utuh.

Strategi Indonesia di Natuna
  • Pembentukan Indonesia Sea & Coast Guard sesuai amanat Undang-Undang. Adapun fungsi serta kewenangannya diberikan dalam kapasitas melakukan penyidikan secara langsung yang  memiliki prinsip Coastal States Authorithy; merujuk kepada Konvensi IMO dan Konvensi SOLAS seperti yang tertuang dalam UNCLOS 1982.
  • Setelahnya, segera dilaksanakannya Penguatan Armada dalam aspek kuantitas berupa kapal patroli yang sesuai dengan fungsi pengamanan serta pengawasan aktifitas di laut. Hal ini dapat kemudian menjadi catatan bahwa RUU Keamanan Laut dapat dimasukan kembali ke dalam Prolegnas tahun 2020 guna antisipasi ancaman lebih lanjut terkait klaim Perairan Natuna oleh RRT.
  • Adanya penguatan ekonomi berbasis pariwisata di Wilayah Kabupaten Natuna sehingga mendorong terciptanya kemandirian ekonomi bagi masyarakat dengan menetapkan Natuna dan Kepulauan Anambas sebagai provinsi khusus Maritim Pulau Tujuh yang sesuai dengan kepentingan strategis nasional.
  • Melakukan banyak aktifitas di wilayah laut terluar. Patroli dilakukan diluar batas ZEE yang telah masuk wilayah landas kontinen sehingga potensi pelanggaran akan terminimalisir karena HADIRNYA NEGARA di wilayah perairan. Adapun bantuan kapal berukuran besar yang dapat dimanfaatkan para nelayan di wilayah perbatasan untuk dapat mengeksplorasi hasil laut dengan pengawalan Indonesia Sea & Coast Guard.

*Penulis adalah Ketua Bidang Geopolitik dan Keamanan Maritim Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI), Tenaga Ahli Komisi I DPR RI.




http://samudranesia.id/antara-konflik-natuna-dan-polemik-indonesian-coast-guard/


Lihat Berita Konflik Perbatasan di Laut Natuna  Lainnya

Pegawai Pelabuhan Perikanan

 
Cari Kos Kosan di Kota Kendari ini tempatnya
 

Berminat Hub 081342791003 

  Menyediakan Batik Motif IKan
Yang Berminat Hub 081342791003
Miliki Kavling tanah di Pusat Pemerintahan Kabupaten Bima di 

Investasi Kavling Tanah Perumahan di Griya Godo Permai yang merupakan Daerah Pengembangan Ibu Kota Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Jarak hanya + 1 Kilo meter dari Kantor Bupati Kab. Bima dan dari jalan utama hanya + 500 Meter.


Berminat Hub 081342791003 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar