(Tafsir QS al-A’la [87]: 1-5)
سَبِّحِ
اسْمَ رَبِّكَ الأعْلَى * الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى * وَالَّذِي قَدَّرَ
فَهَدَى * وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَى * فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى
Sucikanlah
nama Tuhanmu Yang Mahatingi; Yang menciptakan dan menyempurnakan
(penciptaan-Nya); Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi
petunjuk; dan Yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu Dia jadikan
rumput-rumput itu kering (kehitam-hitaman) (QS al-A’la [87]: 1-5).
Surat
ini dinamakan Al-A’lâ. Nama tersebut diambil dari salah satu kata yang
terdapat pada ayat pertama. Nama lainnya, sebagaimana dikemukakan
asy-Syaukani dan al-Alusi, adalah surat Sabbih.
1. Surat yang terdiri dari
sembilan belas ayat ini tergolong Makkiyyah.
2. Menurut asy-Syaukani dan
al-Alusi, ini merupakan pendapat jumhur. Di antara yang menyebut bahwa
surat ini turun di Makkah adalah Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan Aisyah.
3.
Adapun menurut adh-Dhahhak, ia termasuk Madaniyyah.
4. Surat
ini merupakan surat yang dibaca Rasulullah saw. dalam shalat Id, shalat
Jumat dan shalat witir (Hadis penuturan An-Nu’man bin Basyir dalam
riwayat Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, an-Tirmidzi dan Ahmad).
Tafsir Ayat:
Allah
SWT berfirman: Sabbih [i]sma Rabbika al-A’lâ (Sucikanlah nama Tuhanmu
Yang Mahatingi). Surat ini diawali dengan perintah yang ditujukan kepada
Rasulullah saw., yang berarti juga ditujukan kepada umatnya. Sebab,
khithâb ar-Rasûl khithâb li ummathi (seruan kepada Rasul merupakan
seruan kepada umatnya). Di sebutkan: sabbih (sucikanlah). Kata sabbih
merupakan bentuk fil al-amr (kata perintah) dari kata tasbîh. Dengan
demikian, ayat ini memerintahkan mereka untuk bertasbih. Tasbih itu
ditujukan kepada ism Rabbika al-A’lâ (nama Tuhanmu Yang Mahatinggi).
Dijelaskan
Ahmad Mukhtar, pengertian tasbîh adalah qaddasahu wa nazzahahu ‘an
kulli naqsh wa majjadahu (menyucikan dan membersihkan-Nya dari segala
kekurangan dan memuliakan-Nya).
5. Mensucikan
Allah SWT tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk ucapan sebagaimana
dinyatakan al-Khazin. Menurut mufassir tersebut, ayat ini berarti:
Katakanlah, “Subhâna Rabbiya al-A’lâ (Katakanlah, “Mahasuci Tuhanku Yang
Mahatinggi).” Masih menurut al-Khazin, ini merupakan pendapat jamaah
sahabat dan tabi’in. Kesimpulan tersebut didasarkan pada riwayat dari
Ibnu ‘Abbas bahwa setelah Rasulullah saw. membaca Sabbih [i]sm Rabbika
al-A’lâ, beliau lalu membaca “Subhâna Rabbiya al-A’lâ”.
6. Menurut
Abdurrahman as-Sa’di, perintah Allah SWT untuk bertasbih kepada-Nya itu
meliputi zikir dan beribadah kepada-Nya, merendah pada kemuliaan-Nya,
dan merunduk pada keagungan-Nya. Tasbih tersebut juga dilakukan untuk
berlindung pada keagungan-Nya dengan menyebut al-asmâ‘ al-husnâ
al-‘âliyah yang mengandung makna-makna yang baik lagi mulia.
7. Ada
dua penafsiran mengenai objek yang diperintahkan ayat ini untuk
disucikan. Pertama: Sang Pemilik nama, yakni Allah SWT. Artinya, sucikan
Tuhanmu dan bersihkanlah Dia dari semua yang disifatkan oleh
orang-orang yang ingkar. Kata al-ism berkedudukan sebagai ash-shilah
(penghubung, sisipan). Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa tidak
dikatakan: Subhâna [i]smil-Lâh, wa subhâna [i]smi Rabbinâ, namun
dikatakan: Subhânal-Lâh, wa subhâna Rabbinâ. Dengan demikian seolah-olah
makna: Sabbih [i]sma Rabbika al-A’lâ adalah Sabbih Rabbka (sucikanlah
Tuhanmu).
8. Ibnu ‘Abbas dan as-Sudi
juga berkata, pengertian sabbih [i]sma Rabbika al-A’lâ adalah ‘azhzhim
Rabbaka al-A’lâ (Agungkanlah Tuhanmu Yang MahaTinggi).
9. Mereka yang
mendukung penafsiran ini menguatkannya dengan Hadis dari ‘Uqbah bin
‘Amir, “Ketika turun firman Allah: Fasabbih bi [i]smi Rabbika al-‘Azhîm
(QS al-Waqi’ah [56]: 96), Rasulullah saw. bersabda, “Jadikanlah ia
sebagai bacaan dalam rukukmu.” Ketika turun firman Allah SWT: Sabbih
[i]sma Rabbika al-A’lâ (QS al-A’la [87]: 1) beliau bersabda, “Jadikanlah
sebagai bacaan dalam sujudmu.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
Kedua:
asma Allah SWT. Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Jarir
ath-Thabari. Menurut beliau penafsiran yang benar tentang ayat ini
adalah: Bersihkanlah nama Tuhanmu yang kamu panggil dari semua berhala
dan patung! Kesimpulan ini didasarkan pada riwayat dari Rasulullah saw.
dan para sahabat. Dalam riwayat tersebut diberitakan bahwa ketika
membaca ayat ini, mereka lalu membaca Subhâna Rabbiya al-A’lâ. Ini
menunjukkan bahwa maknanya menurut mereka telah maklum, yakni: Azhzhim
[i]sma Rabbika wa nazzih-hu (agungkanlah Tuhanmu dan bersihkan namanya
[dari segala cela dan kekurangan]).
10. Kata
al-A’lâ berkedudukan sebagai sifat bagi Rabbika. Bisa juga sifat bagi
al-ism.
11. Kata tersebut merupakan bentuk ism at-tafdhîl (bentuk
superlatif) dari kata al-‘aliy yang menunjukkan makna ketinggian, baik
yang bersifat konkret maupun abstrak. Ini menegaskan bahwa yang
diperintahkan untuk disucikan dan dibersihkan dari segala kekurangan itu
adalah Tuhan Yang Mahatinggi. Tidak ada satu pun yang menyamai,
menandingi, apalagi mengalahkan Allah SWT. Dijelaskan al-Jazairi,
pengertian al-A’lâ adalah fawqa kulli syay` wa al-qâhir li kulli syay`
(di atas segala sesuatu dan mengalahkan segala sesuatu).
12. Dalam
ayat berikutnya Allah SWT berfirman: al-Ladzî khalaqa fa sawwâ (Yang
menciptakan dan menyempurnakan [penciptaan-Nya]). Ayat ini memberitakan
sifat lainnya dari Allah SWT. Dia adalah Dzat Yang menciptakan:
al-ladzî
khalaqa. Kata khalaqa digunakan untuk menyatakan tindakan membuat
sesuatu, baik sesuatu itu benar-benar baru, yang tidak ada asal-usul
sebelumnya seperti dalam QS al-An’am [6]: 1, maupun sesuatu yang berasal
dari sesuatu yang lain, seperti dalam QS an-Nisa’ [4]: 1, al-Nahl [16]:
4 dan al-Mulminun [23]: 12.
13. Inilah sifat Tuhan yang diperintahkan
untuk disucikan. Dialah Yang menciptakan langit, bumi dan seluruh
isinya. Kata khalaqa dalam ayat ini tidak disertai kata yang menjadi
al-maf’ûl bih (objeknya). Ini memberikan makna bahwa Dia menciptakan
segala sesuatu.
14. Tak sekadar
menciptakan. Allah SWT juga fa sawwâ (lalu menyempurnakan). Dikatakan
adh-Dhahhak, Allah menciptakan, lalu menyempurnakan ciptaannya itu.
15.
Menurut Ibnu ‘Athiyah, kata sawwâ berarti ‘addala wa atqana (meluruskan
dan menyempurnakan) sehingga urusan tersebut menjadi mustawiyah (lurus
lagi rata).
16. Dalam konteks ayat ini, kata sawwâ berarti menjadikan
makhluk ciptaan-Nya itu cocok semua bagiannya, seimbang dan berada dalam
sistem yang sempurna.
17. Ayat
berikutnya masih memberitakan sifat Allah SWT lainnya. Alah SWT
berfirman: Wa al-ladzî qaddara fahadâ (Yang menentukan kadar
[masing-masing] dan memberi petunjuk). Diterangkan ar-Razi, kata qaddara
di sini berarti Allah SWT menetapkan segala sesuatu dengan kadar atau
ukuran tertentu.
18. Masih menurut ar-Razi, kata qaddara (menetapkan
kadar) ini mencakup semua makhluk, baik dari aspek zat maupun sifatnya.
Masing-masing telah ditetapkan secara seimbang. Dengan demikian Dia
telah menetapkan kadar pada langit, bintang, logam, tumbuhan, hewan dan
manusia dengan kadar tertentu, baik badan maupun tulangnya; juga
menetapkan kadar usia segala sesuatu pada masa tertentu; termasuk pula
sifat, warna, rasa, bau, keadaan, kebaikan dan keburukan, kebahagaian
dan kecelakaan, petunjuk dan kesesatan dengan kadar tertentu (Lihat: QS
al-Hijr [15]: 21).
19. Makhluk yang
telah diciptakan, disempurnakan, dan ditetapkan kadarnya itu pun tidak
dibiarkan begitu saja. Semuanya diberi petunjuk oleh Allah SWT: fa hadâ
(lalu Dia memberikan petunjuk). Imam al-Qurthubi menafsirkan hadâ di
sini sebagai arsyada (membimbing, menunjukkan). Dikatakan Ibnu ‘Athiyah,
hadâ (menunjukkan) tersebut ‘âmm li wujûh al-hidâyât (bersifat umum
untuk semua jenis hidayah atau petunjuk).
20. Dikatakan Mujahid, Dia
menunjukkan kepada manusia kecelakaan dan kebahagiaan serta kepada hewan
ternak rerumputan.
21. (Lihat pula, misalnya, QS Thaha [20]: 50.
Ayat
ini memberitakan salah satu benda yang Allah ciptakan: Wa al-ladzî
akhraja al-mar’â (dan yang menumbuhkan rumput-rumputan). Ada beberapa
penjelasan mengenai makna al-mar’â. Menurut al-Qurthubi, kata tersebut
adalah an-nabât wa al-kalâ‘ al-ahdhar (rerumputan yang hijau).
22. Menurut
ar-Razi, makna kata al-mar’â memiliki cakupan yang lebih luas; al-mar’â
berarti semua yang tumbuh dari bumi, baik rerumputan, tanaman berbuah,
pepohonan, maupun rumput kering.
23. Kemudian
Allah SWT berfirman: Faja’alahu ghutsâ‘[an] ahwâ (lalu Dia menjadikan
rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman). Setelah ditumbuhkan dalam
keadaan segar dan berwarna hijau, semua tumbuhan itu Dia ubah sehingga
menjadi ghutsâ‘[an] ahwâ.
Kata ahwâ
berarti al-aswad (hitam),
24. yakni rerumputan ini menjadi hitam setelah
berwarna hijau.
25. Abdurrahman Zaid berkata: “Dia mengeluarkan rerumputan
dalam keadaan hijau. Kemudian ketika kering berubah menjadi hitam
karena terbakar lalu menjadi sampah yang dibawa oleh angin dan ombak.
Ini merupakan permisalan yang dibuat Allah bagi orang kafir tetang
lenyapnya dunia setelah sebelumnya hijau lagi segar.26
Perintah Bertasbih
Terdapat
banyak pelajaran penting yang dapat diambil dari ayat-ayat ini.
Pertama: perintah bertasbih kepada Allah SWT. Perintah itu disebutkan
dalam ayat pertama surat ini: Sabbih [i]sma Rabbika al-A’lâ. Melalui
ayat ini manusia diperintahkan untuk menyucikan dan membersihkan Allah
SWT dari segala cela dan kekurangan serta semua anggapan keliru kaum
kafir. Bertasbih bisa berbentuk sikap dan ucapan. Dalam ucapan, perintah
tersebut diwujudkan dengan membaca kalimat tasbih, seperti kalimat
subhânal-Lâh atau subhâna Rabbiy al-A’lâ.
Perintah
bertasbih juga disebutkan dalam banyak nash lainnya seperti: QS al-Hijr
[15]: 98; QS al-Waqi’ah [56]: 74, 96, al-Haqqah [69]: 52, an-Nahsr
[110]: 3. Bertasbih diperintahkan dilakukan pada malam hari dan setiap
selesai shalat (lihat QS Qaf [50]: 40); ketika ketika bintang-bintang
terbenam, yakni waktu fajar (lihat ath-Thur [52]: 48), pagi dan petang
(lihat QS al-Ahzab [33]: 42); sebelum dan sesudah terbit matahari; juga
pada waktu-waktu siang dan malam hari (lihat QS Thaha [20]: 130).
Kedua:
beberapa sifat Allah SWT yang wajib diimani. Dalam ayat ini sebutkan
Tuhan yang diperintahkan untuk disucikan itu adalah al-A’lâ, Yang
Mahatinggi. Sifat ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun makhluk yang
menyamai, menyerupai, menandingi, apalagi mengalahkan Allah SWT. Allah
SWT jauh dari semua sifat keliru yang disangkakan oleh orang-orang
kafir.
Sifat lainnya adalah
kekuasaan-Nya dalam khalaqa (menciptakan) segala sesuatu. Ini jelas
tidak dimiliki makhluk-Nya. Tak hanya itu, segala yang telah Dia
ciptakan dengan sempurna. Semuanya tepat, seimbang dan sempurna. Manusia
adalah ciptaan-Nya yang paling sempurna dan baik bentuknya (lihat QS
al-Tin [95]: 4). Karena itu tidak ada alasan bagi manusia menolak
bertasbih kepada-Nya, apalagi bersikap sombong di hadapan-Nya.
Sehebat-hebatnya manusia tidak bisa menciptakan sesuatu dari yang tidak
ada. Bahkan manusia adalah ciptaan-Nya.
Sifat
lainnya adalah qaddara fa hadâ. Semua yang telah Allah ciptakan itu
telah ditetapkan kadarnya yang cocok dan tepat bagi makhluk tersebut.
Semua makhluk itu pun diberi petunjuk yang bermanfaat bagi mereka. Hewan
diberi insting yang membuat mereka bisa hidup dna menikmati kehidupan.
Manusia diberi petunjuk jalan yang mengantarkan pada kebahagiaan dan
kesengsaraan. Manusia juga dianugerahi akal, pendengaran dan penglihatan
untuk dapat memahami petunjuk tesebut (lihat QS al-Insan [76]: 2-3).
Di
antara makhluk ciptaan-Nya adalah rerumputan yang menghampar luas di
padang rumput. Rerumputan yang segar nan hijau tersebut amat penting
bagi kehidupan. Rumput-rumput hijau itu menjadi makanan utama bagi hewan
ternak yang amat dibutuhkan oleh manusia. Semua itu merupakan
kenikmatan tak terhingga bagi manusia.
Jika
diperhatikan, semua sifat Allah SWT yang diterangkan ayat ini, selain
menunjukkan ketinggian dan kemuliaan-Nya yang mustahil tandingi
makhluk-Nya, juga menunjukkan besarnya kasih sayang-Nya kepada manusia
dan seluruh makhluk-Nya. Semuanya bisa merasakan kenikmatan tiada tara
karena telah diciptakan, disempurnakan, ditetapkan kadarnya yang sesuai
dan diberi petunjuk yang benar. Karena itu sudah sepantasnya manusia
bertasbih dengan memuji dan mengagungkan kebesaran-Nya seraya
membersihkan-Nya dari segala cela dan kekurangan. Mereka yang menolak
peritah ini adalah makhluk tak tahu diri sehingga layak mendapat hukuman
yang berat.
Ketiga: kepastian
berakhirnya kehidupan. Ayat ini mengingatkan manusia tentang siklus
kehidupan. Rerumputan adalah yang disebutkan ayat ini sebagai sebuah
obyeknya. Disebutkan bahwa Allah SWT telah mengeluarkan rumput-rumput
dari bumi. Rumput-rumput dan semua tumbuhan lainnya itu tumbuh dalam
hijau dan segar. Sungguh menyenangkan bagi siapa pun yang memandangnya.
Namun, perlu diingat, seiring degan waktu, rumput-rumput itu yang hijau,
segar dan memesona itu akan mengalami penuaan dan pengeringan. Warnanya
pun akan berubah menjadi hitam dan kusam. Sesaat kemudian kehidupan
rumput-rumput tersebut berakhir.
Inilah
siklus kehidupan yang dialami semua makhluk hidup, termasuk manusia.
Manusia dilahirkan, tumbuh menjadi besar dan dewasa. Ibarat rumput,
itulah masa hijau, segar dan memesoana. Sebagaimana rumput pula, seiring
dengan usia, manusia itu kemudian menjadi tua hingga akhirnya mati.
Secara khusus, siklus kehidupan manusia diterangkan dalam QS Abasa [80]:
19-22.
Realitas ini harus
benar-benar disadari oleh manusia. Kesadaran ini harus dimiliki dan
dicamkan pada diiri manusia setiap saat. Kesadaran ini bisa mencegah
manusia bersikap sombong dan meringankan mereka untuk bertasbih memuji
kebesaran dan keagungan-Nya.
Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb. [Rochmat S Labib]
Catatan Kaki:
1
Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân, vol. 20 (Kairo: Dar al-Kutub
al-Mishriyyah, 1964), 13; asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5
(Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 1994), 513; al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol.15
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), 313.
2
Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol. 4 (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabiyy,
1887), 738; ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31 (Beirut: Dar Ihya
al-Turats, 1420 H), 125; al-Baidhawi, Ma’âlim at-Tanzîl fî Tafsîr
al-Qur’ân, vol. 8 (tt: Dar Thayyibah, 1997), 396; Al-Khazin, Lubâb
at-Ta`wîl fî Ma’ânî at-Tanzîl, vol. 4 (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 1995), 417; al-Jazairi, Aysar al-Tafâsîr, vol. 5 (Madinah:
Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikmah, 2003), 555.
3 As-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsûr, vol. 8 (Beirut: Dar al-Zfikr, tt), 479.
4 al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân, vol. 20, 13; asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 313
5 Ahmad Mukhtar, Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’âshirah, vol. 2 (tt: ‘Alam al-Kitab, 2008), 1024.
6 Al-Khazin, Lubâb at-Ta‘wîl fî Ma’ânî at-Tanzîl, vol. 4, 417.
7 As-Sa’di, Taysîr al-Karîm al-Rahmân (tt: Muassah al-Risalah, 2000), 920.
8 Al-Baghawi, Ma’ânî at-Tanzîl , vol. 5 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, 1420 H), 241.
9 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 20, 13.
10 Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta‘wîl al-Qur‘ân, vol. 24 (tt: Muassasah al-Risalah, 2000), 367.
11 Abu Hayyan al-Andalusi, al-Bahr al-Muhîth, vol. 10, 455
12 Al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, vol. 5, 555.
13 Ar-Raghib al-Asfahani, Mu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Fikr, tt), 158.
14 Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30 (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), 187. Lihat juga al-Zamakhsyari, A-Kasysyâf, vol. 4, 738.
15 Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 514.
16 Ibnu ‘Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, vol. 5, 468.
17 Ar-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30, 187.
18 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 128.
19 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 128.
20 Ibnu ‘Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, vol. 5, 468.
21
Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 20, 15; Ibnu Katsir,
Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhîm, vol. 8 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1999), 372.
22 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 20, 16.
23 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 129.
24 Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta‘wîl al-Qur‘ân, vol. 24, 370.
25 Asyyaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 514.
26 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur‘ân, vol. 20, 18.
|
||||||||||||
Untuk
kebutuhan Air Minum yang menyehatkan coba konsumsi Air Izaura Air yang terbukti dapat membantu proses
penyembuhan Kegemukan, Migran, Alergi, Sakit Maag, ASam Urat, Nyeri Sendi,
Sambelit, Sakit Pinggang, Osteiporosis, Reumatk, Kanker, Vertigo, Ashma,
Brinchitis, Darah Tinggi, Kencing Batu, Kolestrol, DIABetes, Jantung, Darah
Rendah, Jerawat', WAsir dan Batu Ginzal. Dan menghilangkan racun dalam tubuh.
Mau Sehat dan
Menyehatkan Minum Air Izaura
Mau Meraih Penghasilan Besar, Membantu Kesehatan Semua Orang dan Memiliki Bisnis Yang Mudah Anda Jalankan dengan Modal 350 ribu s.d 500 ribu.
Berminat Hub Mukhtar, A.Pi HP.
081342791003
|
||||||||||||
Cari Kos Kosan di Kota Kendari ini
tempat
Kos Putri Salsabilla Kendari
Hub 081342791003 |
||||||||||||
Berminat Hub
081342791003
|
||||||||||||
Investasi Kavling Tanah Perumahan di
Griya Godo Permai yang merupakan Daerah Pengembangan Ibu Kota Kabupaten Bima
Nusa Tenggara Barat. Jarak hanya + 1 Kilo meter dari Kantor Bupati Kab. Bima
dan dari jalan utama hanya + 500 Meter.
Berminat Hub
081342791003
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar