Penyu hijau di Pulau Lingayan, salah satu pulau terluar di Tolitoli, Sulawesi Tengah, saat ini terancam punah menyusul masih maraknya aksi pemburuan binatang laut yang dilindungi tersebut.
“Penyu itu ditangkap lalu diperjualbelikan,” kata Bachtiar, ketua Pecinta Lingkungan Lingayan, Selasa. Predatornya adalah manusia dan biawak. Saat penyu bertelur jika bukan manusia yang mengambilnya biasanya dimakan biawak,” jelasnya.
Dikatakannya, telur dan daging penyu hijau tersebut laku dijual dengan harga yang tinggi. Modus penjualannya melalui daratan Ogotua, masuk ke kota Tolitoli, sebagian melalui jalur laut, lalu dijual kepada orang tertentu.
“Saya perkirakan dalam sebulan kira-kira lima sampai tujuh ekor penyu hijau yang terbunuh,” kata Bachtiar.
Dia mengaku tidak tahu persis berapa banyak lagi species binatang yang dilindungi hidup di pulau Lingayan, namun diperkirakan hanya mencapai puluhan ekor.
Habibat penyu hijau tersebut menurutnya tidak akan bisa berkembang biak lagi karena telur penyu tersebut diburu ataupun dimakan binatang seperti biawak.
“Bagaimana mau berkembang biak kalau terlurnya saja dihabisi. Dan penyu ini sekarang sudah langka di Lingayan,” jelasnya.
Penyu ini kata Bahctiar biasanya bertelur pada saat bulan 11, 12 dan bulan 22 di langit. Pada musim bertelurnya itulah, warga muali berjaga-jaga menanti penyu hijau itu bertelur.
“Kalau penyunya biasanya mereka pancing dengan menggunakan kail khusus sehingga penyu ini bisa mereka tangkap,” ujarnya.
Selain penyu hijau, penyu sisik di salah satu pulau terluar Tolitoli tersebut juga menjadi incaran oleh para pemburu penyu. Untuk penyu yang satu ini, selain telurnya sisiknya juga bernilai ekonomi tinggi. Bachtiar menduga pelakunya berasal dari Kalimantan dan Kabupaten Donggala.
Pulau Lingayan adalah satu pulau terluar di Tolitoli yang dihuni oleh 64 kepala keluarga. Pulau ini termasuk salah satu daftar desa tertinggal namun memiliki potensi yang cukup banyak.
Selain penyu, di Lingayan juga terdapat species binatang sejenis Maleo yang oleh masyarakat lokal menyebutnya Molong. Binatang ini berwarna hitam dan besarnya kurang lebih burung Maleo. Species burung ini terbatas yang jumlahnya diperkirakan tidak lebih dari 50 ekor.(*)
sumber: Tolitoli, (ANTARA News) -
“Penyu itu ditangkap lalu diperjualbelikan,” kata Bachtiar, ketua Pecinta Lingkungan Lingayan, Selasa. Predatornya adalah manusia dan biawak. Saat penyu bertelur jika bukan manusia yang mengambilnya biasanya dimakan biawak,” jelasnya.
Dikatakannya, telur dan daging penyu hijau tersebut laku dijual dengan harga yang tinggi. Modus penjualannya melalui daratan Ogotua, masuk ke kota Tolitoli, sebagian melalui jalur laut, lalu dijual kepada orang tertentu.
“Saya perkirakan dalam sebulan kira-kira lima sampai tujuh ekor penyu hijau yang terbunuh,” kata Bachtiar.
Dia mengaku tidak tahu persis berapa banyak lagi species binatang yang dilindungi hidup di pulau Lingayan, namun diperkirakan hanya mencapai puluhan ekor.
Habibat penyu hijau tersebut menurutnya tidak akan bisa berkembang biak lagi karena telur penyu tersebut diburu ataupun dimakan binatang seperti biawak.
“Bagaimana mau berkembang biak kalau terlurnya saja dihabisi. Dan penyu ini sekarang sudah langka di Lingayan,” jelasnya.
Penyu ini kata Bahctiar biasanya bertelur pada saat bulan 11, 12 dan bulan 22 di langit. Pada musim bertelurnya itulah, warga muali berjaga-jaga menanti penyu hijau itu bertelur.
“Kalau penyunya biasanya mereka pancing dengan menggunakan kail khusus sehingga penyu ini bisa mereka tangkap,” ujarnya.
Selain penyu hijau, penyu sisik di salah satu pulau terluar Tolitoli tersebut juga menjadi incaran oleh para pemburu penyu. Untuk penyu yang satu ini, selain telurnya sisiknya juga bernilai ekonomi tinggi. Bachtiar menduga pelakunya berasal dari Kalimantan dan Kabupaten Donggala.
Pulau Lingayan adalah satu pulau terluar di Tolitoli yang dihuni oleh 64 kepala keluarga. Pulau ini termasuk salah satu daftar desa tertinggal namun memiliki potensi yang cukup banyak.
Selain penyu, di Lingayan juga terdapat species binatang sejenis Maleo yang oleh masyarakat lokal menyebutnya Molong. Binatang ini berwarna hitam dan besarnya kurang lebih burung Maleo. Species burung ini terbatas yang jumlahnya diperkirakan tidak lebih dari 50 ekor.(*)
sumber: Tolitoli, (ANTARA News) -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar