22 Januari, 2018

Tak Lelah Menanam, Pulihkan Ekosistem Mangrove Lombok Barat

Hari Sabtu 13 Januari 2018 menjadi hari yang meriah bagi sekelompok pemerhati, pecinta lingkungan di Lombok Barat. Tak kurang dari seratus orang, tua-muda bahkan anak-anak, laki-laki perempuan, warga Indonesia maupun orang asing, bule Australia, bersemangat berpartisipasi dalam kegiatan penanaman mangrove di kawasan pesisir utara Teluk Lembar, Dusun Cemare, Desa Lembar Selatan, Lembar, Lombok Barat. Tak lelah menanam, masyarakat terus upayakan pemulihan ekosistem pesisir bermangrove.

Acara ini merupakan puncak acara Bakti Sosial Penanaman Mangrove Korps Alumni Akademi Usaha Perikanan – Sekolah Tinggi Perikanan (AUP-STP) – KORAL Korwil Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nusa Tenggara Barat. Turut mensukseskan kegiatan ini beberapa instansi/lembaga terkait dan masyarakat, diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, BKIPM II Mataram, BKSDA NTB, Polair Polda NTB, PMI Lombok Barat, WCS NTB, Pokmaswas PPM Cemare, Siswa-Siswi Sekolah di Lembar, Mahasiswa/i University of New England - Australia, dan Perwakilan BPSPL Denpasar Wilker NTB.

Setidaknya ada enam orang pegawai BPSPL Denpasar yang merupakan alumni AUP-STP. Bentuk partisipasi BPSPL Denpasar Wilker NTB adalah menyediakan bibit mangrove (propagule) sejumlah ratusan serta memberikan paparan materi tentang ekosistem mangrove yang disampaikan oleh M. Barmawi. Dalam paparan ini disampaikan antara lain fungsi-fungsi penting mangrove dalam menjada kawasan pesisir dari aneka bencana, sebagai habitat hidup berbagai jenis biota, dan sebagai pengendali pemanasan global. Kepedulian masyarakat menjadi faktor paling penting dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove. Lokasi yang akan ditanami ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Mangrove Teluk Lembar (Lombok Barat) yang telah ditetapkan oleh Bupati beberapa waktu lalu.

Pada kesempatan tersebut BPSPL Denpasar Wilker NTB juga berkesempatan mensosialisasikan jenis-jenis ikan dilindungi kepada para peserta, diantara pari manta, hiu paus, penyu, lobster (Panulirus spp.), rajungan (Portunus pelagicus), dan kepiting bakau (Scylla spp.). Dua biota terakhir, rajungan dan kepiting, yang banyak ditemukan di dalam ekosistem mangrove sudah terancam kelestariannya karena ditangkap, dikonsumsi dibawah ukuran yang diijinkan oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016, disebutkan bahwa ukuran terkecil rajungan dan kepiting bakau yang boleh ditangkap adalah berkarapas lebih dari 10 cm atau berat lebih dari 60 gram per ekor (rajungan), ukuran lebih dari 15 cm atau berat lebih dari 200 gram per ekor (kepiting bakau). Dalam kondisi bertelur juga dilarang pada periode 6 Februari hingga 14 Desember. Semoga semakin banyak masyarakat yang sadar untuk tidak menangkap, mengkonsumsi rajungan dan/kepiting dibawah ukuran yang diijinkan pemerintah. Amin. (Bmw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar