Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dr Edvin Aldrian membantah kalau laut Indonesia merupakan sumber pelepasan karbon dan bukan penyerap karbon.
"Arus laut itu rumit. Kalau aktivitas arus laut menyembur ke permukaan (upwelling) memang laut akan mlepas karbon, tetapi ketika masuk ke dalam, laut akan menyerap karbon," kata anggota Delegasi RI dalam World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) itu yang dihubungi dari Jakarta, Senin.
Ia mengakui, laut Jawa, laut Karimata dan banyak laut Indonesia, termasuk laut tempat bermuaranya sungai-sungai di Kamboja, Vietnam dan Malaysia menjadi tempat sampah sekaligus lokasi pelepasan karbon (CO2) pada muson angin tenggara.
Namun ketika terjadi muson angin baratan air laut terdorong (flushing) ke aliran arus lintas Indonesia dari laut Jawa dan sekitarnya itu ke samudera Hindia, ujarnya.
"Di selat Lombok itu ada bukti bahwa laut kita menyerap karbon. Kalau arus permukaan dihitung sebagai emisi karena panas, tetapi di dalam laut tidak seperti itu, karena arus itu tiga dimensi," katanya.
Jadi, lanjut dia, jika di udara Indonesia sering mengirim asap ke tetangga, laut Indonesia justru membersihkan sampah-sampah dan CO2, termasuk dari negeri tetangga ke samudera Hindia.
Menurut dia, arus laut bisa juga dimasukkan dalam potensi laut menyerap karbon, seperti halnya hutan bakau, padang lamun, terumbu karang dan algae.
Edvin mengakui, bahwa perjuangan hitung-hitungan penyerapan karbon di laut masih merupakan perjalanan panjang yang mungkin masih memerlukan beberapa kali WOC lagi.
Dalam protokol Kyoto, disepakati negara-negara industri maju harus membeli karbon negara-negara berkembang sebagai tanggung jawab mereka untuk mengurangi emisi dan mencegah perubahan iklim dengan membeli Certified of Emission Reduction (CER) di pasar karbon.
Namun berbeda dengan hutan, soal penyerapan karbon di laut, urainya, memang masih kontroversi. Bukan saja menyangkut teknis menghitung penyerapan karbonnya, juga spesies apa saja yang bisa dianggap menyerap karbon, atau masalah definisi negara dengan batasan lautnya.(*)
"Arus laut itu rumit. Kalau aktivitas arus laut menyembur ke permukaan (upwelling) memang laut akan mlepas karbon, tetapi ketika masuk ke dalam, laut akan menyerap karbon," kata anggota Delegasi RI dalam World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) itu yang dihubungi dari Jakarta, Senin.
Ia mengakui, laut Jawa, laut Karimata dan banyak laut Indonesia, termasuk laut tempat bermuaranya sungai-sungai di Kamboja, Vietnam dan Malaysia menjadi tempat sampah sekaligus lokasi pelepasan karbon (CO2) pada muson angin tenggara.
Namun ketika terjadi muson angin baratan air laut terdorong (flushing) ke aliran arus lintas Indonesia dari laut Jawa dan sekitarnya itu ke samudera Hindia, ujarnya.
"Di selat Lombok itu ada bukti bahwa laut kita menyerap karbon. Kalau arus permukaan dihitung sebagai emisi karena panas, tetapi di dalam laut tidak seperti itu, karena arus itu tiga dimensi," katanya.
Jadi, lanjut dia, jika di udara Indonesia sering mengirim asap ke tetangga, laut Indonesia justru membersihkan sampah-sampah dan CO2, termasuk dari negeri tetangga ke samudera Hindia.
Menurut dia, arus laut bisa juga dimasukkan dalam potensi laut menyerap karbon, seperti halnya hutan bakau, padang lamun, terumbu karang dan algae.
Edvin mengakui, bahwa perjuangan hitung-hitungan penyerapan karbon di laut masih merupakan perjalanan panjang yang mungkin masih memerlukan beberapa kali WOC lagi.
Dalam protokol Kyoto, disepakati negara-negara industri maju harus membeli karbon negara-negara berkembang sebagai tanggung jawab mereka untuk mengurangi emisi dan mencegah perubahan iklim dengan membeli Certified of Emission Reduction (CER) di pasar karbon.
Namun berbeda dengan hutan, soal penyerapan karbon di laut, urainya, memang masih kontroversi. Bukan saja menyangkut teknis menghitung penyerapan karbonnya, juga spesies apa saja yang bisa dianggap menyerap karbon, atau masalah definisi negara dengan batasan lautnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar