07 Februari, 2009

MENAKAR MANFAAT PERHELATAN AKBAR KELAUTAN

World Ocean Conference (WOC) Konferensi Kelautan Dunia Pertama, kita tidak boleh terbius rasa bangga akan tetapi selaku tuan rumah dan sekaligus sebagai insan bahari harus pandai menelusuri hikmahnya. Siapkah kita menakar manfaat ditengah hingar bingar permasalahan kelautan saat ini ?

Salah satu agenda
Setahun lalu Desember 2007 bertempat di Pulau Dewata telah diadakan Senior Official Meeting (SOM), dan stakeholders Meeting of Coral Triangle Initiative (CTI); dihadiri negara yang tergolong dalam C-6; yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua New Guiniea, Solomon Island, dan Timor Leste. (Demersal, 2008), selain itu juga hadir Amerika Serikat dan Australia selaku negara donor. Program ini tidak lain dimaksudkan dalam suatu kerangka merealisasi inisiative penyelamatan terumbu karang di wilayah “segi tiga terumbu karang”. Waktu itu ada kesepakatan bahwasanya rencana aksi (action plan) dan pengembangan CTI akan merupakan salah satu agenda yang akan diformalkan dalam perhelatan akbar kelautan dunia mendatang. 

Program CTI antara lain menentukan bentang laut (sea spaces) untuk percontohan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan, pengelolaan perikanan dan sumberdaya laut berbasis ekosistem, pengelolaan Marine Protected Areas (MPAs) secara efektif dan berkelanjutan, termasuk pengelolaan berbasis masyarakat, ditambah dengan upaya meningkatkan status species yang terancam, maupun tercapainya pengukuran adaptasi perubahan iklim. Demi kelancaran kegiatan CTI tersebut, diperoleh komitmen berupa dukungan keuangan beberapa institusi/negara, seperti Global Environment Facility (GEF) yang menyalurkan hibah, kemudian Asian Development Bank, dan khususnya Australia siap membantu pengelolaan MPAs. Dalam pada itu The Nature Concervancy (TNC), World Wild Fund (WWF), dan Conservation International (CI) juga mendukung dengan memberi bantuan teknis, fasilitas, dan penyaluran hibah. Ini membuktikan bagaimana komitmen bangsa-bangsa di dunia terhadap penyelamatan terumbu karang khususnya maupun sumberdaya laut pada umumnya. Gambaran tersebut menunjukkan kepedulian dunia terhadap kelestarian dan sekaligus upaya melestarikan sumberdaya laut demi generasi sekarang dan yang akan datang.

Perhelatan akbar
Hari demi hari terus merangkak, mendekat bulan Mei 2009 tepatnya 11- 15; yakni penyelenggaraan gelar perhelatan akbar (WOC) di “Kota Nyiur Melambai”-Manado Propinsi Sulut guna membahas masalah kelautan yang dihadapi dunia. Sekitar 150 negara direncanakan hadir diantaranya para pakar kelautan, pemerhati serta mereka yang peduli terhadap kelautan; diprakirakan 3.000 orang. Suatu jumlah yang tidak sebanding dengan fasilitas yang tersedia; dari itu Pemerintah bersama dengan Pemerintah Propinsi Sulut, para akademisi, masyarakat, pengusaha dan para pemangku kepentingan mempersiapkannya secara serius demi kelancaran dan kenyamanan jalannya perhelatan. Rampungnya prasarana fisik tepat waktu merupakan prestasi Gubernur Sarundajang beserta jajarannya selaku tuan rumah yang akan menjamu ribuan peserta berbagai negara. 

Selanjutnya dengan bertambahnya hotel berbintang, convention hall yang representative serta prasarana lainnya, perlu sejak dini dirancang bagaimana memanfaatkannya secara optimal setelah perhelatan usai. Investasi bermilyard rupiah harus diamankan dan selanjutnya mampu menjadi motor penggerak perekonomian daerah, jangan sampai investasi “muspro” tanpa manfaat. Ini beban tersendiri bagi daerah memanfaatkannya di kemudian hari siapa tahu bisa menyumbang pendapatan daerah untuk pembiayaan pembangunan. Berakhirnya perhelatan nanti, harus berdampak positip bagi Sulut sebagai salah satu daerah tujuan wisata dan sekaligus tujuan meeting, initiative, convention, dan exibition (MICE). Tidak hanya wisata bahari primadona seperti taman :laut P.Bunaken, dan P.Siladen; perlu kiranya dikembangkan promosinya ke obyek lain yang potensial semisal “waruga” wisata sejarah berupa makam tua salah satu obyek peninggalan yang masih tersisa dari zaman megalithikum seperti di Airmadidi Bawah Kabupaten Minahasa. Dengan demikian wisata bahari yang dirangkai dengan wisata budaya/sejarahmaupun obyek wisata lain akan memberi makna khusus bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Modal melangkah ke depan
“Selamatkan terumbu karang sekarang” sesanthi Departemen Kelautan dan Perikanan yang jarang lagi nampang di layar kaca; sudah selamatkah terumbu karang Indonesia ? Jawabnya pasti “belum” karena lebih dari 75% memerlukan “perhatian serius” dalam artian banyak yang harus dilakukan saat ini dan yang akan datang guna menyelamatkannya. Terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan terhadap gangguan kegiatan manusia; pemulihannya memerlukan waktu lama, tetapi kasus yang pernah terjadi di P.Banda Maluku ternyata mampu memperbaiki dirinya dalam waktu relatif cepat jika parameter lingkungan sangat mendukung; seperti pencahayaan, tidak banyak run off polutan dan sedimen dari daratan. Faktor kunci yang seharusnya diupayakan dalam rangka penyelamatan terumbu karang dengan mencegah pencemaran maupun pengelolaan sumberdaya kelautan yang tidak ramah lingkungan.

Undang-Undang Perikanan Pasal 13 ayat (1) yang berbunyi “Dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan, dilakukan upaya konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan” sebagai titian ke depan upaya mewujudkan pengelolaan berkelanjutan; yang secara lebih operasional dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (SDI). Demikian pula halnya dengan keberadaan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mempunyai arti strategis jika dikaitkan dengan pelestarian sumber daya kelautan. Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa “Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”diselenggarakan untuk (a) menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, (b) melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lainnya, (c) melindungi habitat biota laut, dan (d) melindungi situs budaya tradisional.

Pada dasarnya konservasi SDI meliputi konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetik ikan. Khusus konservasi ekosistem dilakukan melalui kegiatan : (a) perlindungan habitat dan populasi ikan, (b) rehabilitasi habitat dan populasi ikan, (c) penelitian dan pengembangan, (d) pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan, (e) pengawasan sosial ekonomi masyarakat, (f) pengawasan dan pengendalian, dan (g) monitoring dan evaluasi. Pedoman hukum/ peraturan sebagai kompas penyelamatan SDI masa depan sudah jelas tentang apa yang perlu dilakukan pemerintah dan masyarakat guna menjaga kelestarian laut.

Baru saja Presiden Yudhoyono “memimpin” peringatan Hari Nusantara (HARNUS) di Gresik Jawa Timur; mengingatkan kejayaan Indonesia sebagai bangsa bahari masa silam. Semangat jiwa bahari harus terus dikumandangkan demi suksesnya “marine based development” revolusi biru sebagai prime mover pembangunan nasional. Berbekal semangat HARNUS serta menyikapi target yang dicapai perhelatan akbar kelautan; selayaknya patut menyentuh kepekaan pemerintah dan masyarakat terhadap permasalahan kelautan yang ujung-ujungnya pelestarian sumberdaya demi kemakmuran bangsa. Selaku penyelenggara tentu saja puas dengen sukses pelaksanaan, akan tetapi seluruh bangsa Indonesia akan merasa lebih puas lagi apabila pelestarian sumber daya hayati laut segera terwujud.

Dalam kaitan dengan upaya pelestarian SDI, selama kurun waktu 1988 – 1993 direncanakan seluas 10 juta hektar, kemudian tahun 2000 menjadi 30 juta hektar atau 10% dari batas daerah laut teritorial yang akan dijadikan tujuan konservasi; menunjukkan kejelasan arah ke depan. Maka dari itu, berdasarkan CTI yang akan dideklarasikan perlu ditakar manfaatnya untuk dipedomani negara peserta perhelatan termasuk Indonesia. Guna menyusun kebijakan yang terkait penyelamatan keanekaragaman hayati laut antara lain dapat ditempuh dengan : (a) penetapan daerah konservasi laut, (b) pengelolaan dampak, (c) prioritas daerah konservasi, dan (d) pendidikan dan partisipasi masyarakat. Dalam hal kawasan konservasi yang terkait dengan perikanan, antara lain, adalah terumbu karang, padang lamun, bakau, rawa, danau, sungai, dan embung yang dianggap penting. Pemerintah dapat melakukan penetapan kawasan konservasi, antara lain sebagai suaka alam perairan, taman nasional perairan, taman wisata perairan dan/atau suaka perairan.

Seperti penulis ketahui, bahwasanya Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur sudah mengucurkan dana APBN untuk melakukan studi di perairan laut sekitar P.Sepanjang Kabupaten Sumenep akan kemungkinannya ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), Untuk kemudian satu langkah lagi dapat dilegalkan sebagai kawasan konservasi demi penyelematan sumber daya ikan; tanpa mengurangi kesempatan masyarakat nelayan setempat melakukan kegiatan usaha perikanan yang digelutinya selama ini. Kadang masih terbersit pemikiran bahwa di kawasan konservasi tidak boleh diusahakan; untuk itu sosialisasi secara berkesinambungan perlu dilakukan agar supaya masyarakat/nelayan memahami makna konservasi laut kepada kehidupannya di masa depan.

Demi anak cucu kita memang sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi bahwa pemerintah propinsi/kabupaten/kota sesuai kewenangannya masing-masing perlu merealisasi KKLD dalam rangka penyelamatan keanekaragaman hayati laut sebagai lumbung pangan protein hewan ikani bergizi tinggi secara berkelanjutan. 
  Penulis ::
Djoko Tribawono, 
ISPIKANI Jawa Timur
Dosen (LB) Fak.Perikanan dan Kelautan-UNAIR


2 komentar:

  1. brkjng smbil bwa info, mau penghsilan bsar jaln-jlan dech di web ini: http://www.investasimandiri.com/andar

    BalasHapus